BAB I
PENDAHULUAN
Rumput laut merupakan salah satu jenis
tanaman yang banyak dibudidayakan di Indonesia, termasuk di daerah palopo. Terdapat
banyak jenis rumput laut yang dibudidayakan oleh masyarakat sekitar palopo
salah satunya adalah Eucheuma cottonii. Dibandingkan dengan
jenis rumput laut yang lain, rumput laut Eucheuma cottonii memiliki
harga yang lebih mahal, hal ini disebabkan karena Eucheuma cottonii
lebih banyak digunakan dan proses perawatannya pun relatif sulit. E.
Cottonii mengandung air (14,96%),
protein (3,46%), karbohidrat (57,52%), lemak (0,93%) serat kasar (7,08%) dan
abu (16,05%). Selain karbohidrat, protein, lemak dan serat, selain itu juga
mengandung enzim, asam nukleat, asam amino, vitamin (A, B, C, D, E dan K) dan
makro mineral yang jumlahnya lebih besar seperti nitrogen, oksigen, kalsium dan
selenium serta mikro mineral seperti zat besi, magnesium dan natrium. Dengan
melihat kandungan yang dimiliki E. Cottonii yang mengandung serat kasar dan karbohidrat yang dapat dimanfaatkan
sebagai media fermentasi bakteri asam acetat
jenis Acetobacter xylinum pada proses pembuatan nata.
Nata
merupakan salah satu jenis olahan makanan yang dibuat dengan cara fermentasi
menggunakan bakteri A.xylium. Nata
biasanya terbuat dari air kelapa atau biasa disebut dengan Nata De Coco. Nata de coco merupakan
jenis makanan berserat dan mengandung banyak air (chewy), berpenampilan
bening (translucent) seperti jeli (jelly-like foods) yang
dihasilkan mikrobia jenis A.xylinum dengan memanfaatkan medium yang
mengandung gula, sari buah atau ekstrak tanaman (Lapuz dkk., 1976; Misgiyarto,
2007 dalam Jurnal TEKNOLOGI Pangan dan
Hasil Pertanian). Pada proses fermentasi nata de coco diperlukan
kondisi medium yang ideal untuk tumbuh kembangnya mikrobia A. xylinum,
yaitu pH media antara ±4,0; tersedia sumber karbon/gula yang cukup, beragam
mineral, oksigen (O2) terbatas dan sumber nitrogen (N2) serta suhu lingkungan
antara 35- 40°Celcius.
1.1
Rumusan masalah
1. Seberapa
efektif rumput laut E. Cottonii untuk dibuat sebagai
nata?
1.2
Tujuan penulisan
1. Mengetahui
seberapa efektif rumput laut E.
Cottonii untuk dibuat sebagai nata.
1.3 Manfaat
penelitian
Manfaat
dari penelitian ini, diharapakan menghasilkan suatu produk nata berbahan dasar
rumput laut E. Cottonii yang dapat menambah berbagai jenis olahan makanan berbahan dasar
rumput laut. Selain itu penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan harga jual
rumput laut itu sendiri.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rumput
Laut
Indonesia
sebagai Negara kepulauan dengan jumlah 17.504 pulau dan panjang garis pantai
mencapai 81.000 km memiliki potensi yang sangat besar bagi pengembangan
komoditi rumput laut, di mana kegiatan pengembangannya telah dilakukan di
seluruh perairan Indonesia mulai, dari Nangroe Aceh Darusalam sampai dengan
Papua. Rumput laut merupakan makro algae yang termasuk dalam divisi Thallophyta,
yaitu tumbuhan yang mempunyai struktur kerangka tubuh yang terdiri dari batang/thalus
dan tidak memiliki daun serta akar. Rumput laut Indonesia dikenal dengan
kualitasnya yang baik dan banyak diminati oleh industri karena mengandung
sumber keraginan, agar-agar dan alginate yang cukup tinggi dan cocok
digunakan sebagai bahan baku industri makanan, pelembut rasa, pencegah kristalisasi
es krim dan obat-obatan. Selain itu, rumput laut di Indonesia juga dapat
digunakan sebagai bahan baku benang jahit operasi (sea cut-gut),
dekorasi porselen (pengikat warna dan plasticizer), industri kain
(pengikat warna), industri kertas (lackuer dan penguat serta pelican
kertas), industri fotografi (pengganti gelatin), bahan campuran obat
(obat penyakit: gondok/ basedow, rheumatic, kanker, bronchitis
kronis/ emphysema, scrofula, gangguan empedu/ kandung kemih, ginjal,
tukak lambung/ saluran cerna, reduksi kolestrol darah, anti hipertensi,
menurunkan berat badan, anti oksidan), bahan bakar bio fuel dan lain
sebagainya.
2.2 Manfaat
Rumput Laut
Jika melihat segi pemasaran,
rumput laut dapat dimanfaatkan
menjadi makanan, pupuk, bahan makanan tambahan, pengendalian pencemaran dan
bahan kecantikan.
1. Makanan
Rumput laut telah lama dikonsumsi di
seluruh dunia. Sebagai makanan yang populer di Jepang (yang terbaik dikenal
sebagai sushi), kebanyakan orang di Barat sering menganggap bahwa hanya Jepang
atau Asia yang secara berkesinambungan menggunakan rumput laut dalam diet
mereka. Di Eropa, masyarakat di pesisir telah mengkonsumsi rumput laut. Ini
termasuk budaya Welsh di Kepulauan Inggris,Irlandia, Skotlandia, budaya
Skandinavia seperti Norwegi dan Islandia.
Di Indonesia sendiri rumput laut diolah
menjadi berbagai jenis makanan seperti agar-agar, dodol, cendol, kripik dan
lain-lain.
2. Pupuk
Rumput laut dapat digunakan sebagai
pupuk tumbuhan di daratan. Masyarakat petani di dekat pantai telah mengumpulkan
rumput laut selama berabad-abad. Sebelum munculnya pupuk berbasis kimia, rumput
laut telah menyediakan komunitas ini dengan pasokan tersedia pupuk. Di kalangan
pertanian organik saat ini, rumput laut dilihat sebagai layak alternatif
organic untuk masyarakat petani pesisir. Perkembangan teknologi saat ini telah
melihat rumput laut diekstraksi ke dalam pupuk kimia untuk penyimpanan lebih
mudah.
3. Bahan Tambahan Makanan
Dengan menggunakan teknologi masa kini,
rumput laut dimanfaatkan sebagai aditif makanan. Bahkan, kebanyakan orang saat
makan rumput laut tanpa menyadarinya karena rumput laut ditambahkan ke berbagai
produk makanan untuk berbagai tujuan. Aditif berbasis rumput laut misalnya,
digunakan untuk menyimpan es krim halus dan lembut dengan mencegah kristal es
dari pembentukan saat pembekuan. Bahan ini digunakan untuk memperlambat
kecepatan
mencairnya es krim. Berbahan dasar rumput laut juga digunakan dalam bir untuk
membuat busa lebih stabil dan abadi, dan dalam anggur untuk membantu
memperjelas warna. Selain itu, rumput laut juga digunakan untuk mengentalkan dan
menstabilkan segala sesuatu dari saus, sirup, dan sup untuk mayones, salad
dressing, dan yoghurt.
4. Pengendali Pencemaran (Pollution Control)
Pemanfaatan modern lain rumput laut
adalah pada bidang pengendalian pencemaran. Rumput laut telah ditemukan untuk
dapat membersihkan polutan mineral yang cukup efektif. Mereka dapat mengurangi
fosfor dan nitrogen konten
(seperti
amonium) dari pembuangan limbah perawatan dan pertanian. Nutrisi kimia yang
mencemari perairan ini dapat menyebabkan eutrofikasi, kelebihan produksi yang
tidak sehat dari sebuah ekosistem, yang oleh rumput laut dapat dibantu untuk
dikekang. Rumput laut juga efektif menyerap logam. Dalam temuan terbaru,
peneliti Eropa mampu menggunakan rumput laut untuk menghapus hingga 95% dari
logam dalam air yang dibuang dari tambang.
5. Bahan Kecantikan
Rumput laut telah digunakan sebagai obat-obatan , kosmetik dan pengobatan lainnya. Pengobatan
China dan Jepang telah lama melihat varietas tertentu rumput laut memiliki
sifat obat. Penelitian modern telah mulai menyelidiki kualitas gizi rumput laut
dan menemukan rumput laut merupakan sumber yang kaya antioksidan, seperti
betakaroten, dan vitamin B1 (tiamin, yang menjaga saraf dan otot jaringan sehat
), B2 (riboflavin, yang membantu tubuh untuk menyerap zat besi dan baik untuk anaemics)
dan B12. Juga, mengandung elemen, seperti kromium, yang mempengaruhi cara
berperilaku insulin dalam tubuh, dan seng, yang membantu penyembuhan. Kosmetik
dan terapi sudah umum menggunakan produk berbasis rumput laut. Lotion krim
berbasis rumput laut dan ekstrak rumput laut telah dibuat. Salah satu bentuk
terapi, yakni mandi rumput laut telah digunakan dan diyakini dapat menyembuhkan
penyakit rematik dan radang sendi. Penelitian saat ini bahkan telah menyelidiki
kemampuan rumput laut untuk menekan kanker dan menemukan hasil yang
menjanjikan.
2.3 Kandungan
Nutrisi Rumput Laut
Kandungan
rumput laut umumnya adalah mineral esensial (besi, iodine, alumunium, mangan,
calcium, nitrogen, pospor, sulfur, klor, silicon, rubidium, strontium, barium,
titanium, kobal, boron, tembaga, dan kalium), asam nukleat, asam amino, protein,
mineral, gula, vitamin A, B, C, D, E dan K. Kandungan kimia terpenting lainya adalah karbohidrat
berupa polisakarida.
Tabel
1: kandungan berbagai jenis rumput laut
Sumber:Yunizal,
2004. dalam Rumput Laut Indonesia.
2.4 Rumput
Laut Eucheuma Cottonii
Eucheuma cottonii merupakan
salah satu jenis rumput laut merah (Rhodophyceae) dan berubah nama
menjadi Kappaphycus alvarezii karena karaginan yang dihasilkan termasuk fraksi
kappa-karaginan. Maka jenis ini secara taksonomi disebut Kappaphycus alvarezii.
Klasifikasi Eucheuma cottonii menurut
Rachmat (1999) adalah sebagai berikut :
Kingdom
: Plantae
Divisi : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Ordo : Gigartinales
Famili : Solieracea
Ciri fisik Eucheuma cottonii mempunyai
thallus silindris, permukaan licin, cartilogeneus. Keadaan warna tidak selalu
tetap, kadang-kadang berwarna hijau, hijau kuning, abu-abu atau merah.
Perubahan warna sering terjadi hanya karena faktor lingkungan. Kejadian ini
merupakan suatu proses adaptasi kromatik yaitu penyesuaian antara proporsi
pigmen dengan berbagai kualitas pencahayaan.
Eucheuma cottonii banyak
dimanfaatkan dalam industri makanan, obat-obatan, kosmetik, tekstil, cat, pasta
gigi dan industri lainnya . Selain itu juga berfungsi sebagai penstabil,
pensuspensi, pengikat, protective (melindungi kolid), film former (mengikat
suatu bahan), syneresis inhibitor (mencengah terjadinya pelepasan air) dan
flocculating agent (mengikat bahan-bahan).
Tabel
2: kandungan mineral rumput laut Eucheuma cottonii
Sumber:
Yunizal, 2004. dalam Rumput Laut Indonesia.
2.5 Nata
Nata berasal dari bahasa Spanyol yaitu
nadar yang artinya berenang, istilah tersebut juga berasal dari bahasa latin
yaitu natere yang artinya terapung (Collade: 1986). Nata sudah lama populer di
Filipina dan merupakan hidangan yang sangat digemari oleh masyarakatnya. Nata
yaitu selulosa bakterial yang mengandung lebih kurang 98% konsistensinya kokoh
dan teksturnya agak kenyal. Makanan ini termasuk makanan rendah kalori sehingga
cocok digunakan penderita diabetes. Nata dapat dibuat dari bahan-bahan seperti
: sari kelapa, air kelapa, sari nanas dan sari buah lainnya.
Nata yang dibuat dari air kelapa
dinamakan nata De Coco, nata yang
dibuat dari air sisa pembuatan tahu disebut nata De Soya. Sedangkan nata de pina merupakan medium yang digunakan
untuk membuat kultur murni baketri Axetobacter xylinum. Makanan rendah
serat nata diguankan sebagai makanan penyegar atau pencuci mulut (food
dessert). Di Indonesia sendiri nata mulai popular sejak tahun 1981. Nata
dapat dipakai sebagai bahan pengisi es krim, pencampur fruit coctail,
yoghurt dan sebagainya. Disamping itu, nata de coco maupun nata de soya bisa
digolongkan pada dietry fiber yang memberikan andil cukup berarti untuk
kelangsungan proses fisiologi secara normal.
Sebenarnya
nata berarti bacterial celulose atau selulosa sintesis, hasil sintesa dari gula
oleh bakteri pembentuk nata, yaitu Acetobacter xylinum. Bakteri ini
adalah bakteri asam asetat, bersifat aerobik, gram negatif dan berbentuk batang
pendek. Dalam medium cair A. xylinum membentuk suatu lapisan (massa)
yang dapat mencapai ketebalan beberapa senti meter. Bakteri itu sendiri
terperangkap dalam massa fiber yang dibuatnya. Untuk dapat menghasilkan massa
yang kokoh, kenyal, tebal, putih, dan tembus pandang, perlu diperhatikan suhu
inkubasi (peraman), komposisi, dan pH (keasaman media).
2.6 Bakteri Acetobacter
Xylinum
Starter nata atau disebut biang adalah Acetobacter
xylinum. Penggunaan starter merupakan syarat yang sangat penting, yang
bertujuan untuk memperbanyak jumlah bakteri Acetobacter xylinum yang
menghasilkan enzim pembentuk nata, disamping itu starter juga berguna sebagai
media adaptasi bakteri dari media padat (agar) ke media cair (Lazuardi, 1994).
Starter merupakan populasi mikroba dalam jumlah yang memadai dan kondisi
fisiologis yang siap diinokulasikan pada media fermentasi. Media starter
biasanya identik dengan media dalam fermentasi nata. Pembentukan nata
memerlukan starter sebanyak 10-20% dari volume media sebagai starter mikroba
(Saragih, 2004). Dengan adanya jumlah stater yang sesuai, maka bakteri dapat
mencapai pertumbuhan secara optimum.
Acetobacter xylinum merupakan bakteri berbentuk batang pendek yang
mempunyai panjang 2 μ dan lebar 0,2 μ, dengan permukaan dinding yang berlendir.
Bakteri ini bisa membentuk rantai pendek dengan satuan 6-8 sel. Bersifat
nonmotil dan dengan pewarnaan Grain menunjukkan gram negatif. Bakteri ini tidak
membentuk endospora maupun pigmen. Pada kultur sel yang masih muda, individu
sel berada sendiri-sendiri dan transparan. Koloni yang sudah tua membentuk
lapisan yang menyerupai gelatin yang kokoh menutupi sel dan koloninya.
Pertumbuhan koloni pada medium cair setelah 48 jam inokulasi akan membentuk
lapisan pelikel dan dapat dengan mudah diambil dengan jarum ose.
Bakteri Acetobacter xylinum termasuk bakteri
asam asetat yaitu mikroorganisme penghasil nata yang dapat membentuk asam
asetat melalui proses oksidasi metil alkohol menjadi asam asetat dan mampu
mengoksidasi komponen-komponen organik lain, termasuk asam asetat sendiri.
Bakteri ini dapat
membentuk asam dari glukosa, etil dan propil alkohol, tidak membentuk senyawa
busuk yang beracun dari hasil peruraian protein (indol) dan mempunyai kemampuan
mengoksidasi asam asetat menjadi CO2 dan H2O. Sifat yang paling menonjol dari
bakteri ini adalah memiliki kemampuan untuk mempolimerisasi glukosa sehingga menjadi
selulosa. Selanjutnya, selulosa tersebut membentuk matrik yang dikenal sebagai
nata.
Bakteri
Accetobacter xylinum menghasilkan enzim ekstraseluler yang dapat
menyusun (mempolimerisasi) zat gula (glukosa) menjadi ribuan rantai
(homopolimer) serat atau selulosa. Dari jutaan jasad renik yang tumbuh dalam
media, akan dihasilkan jutaan lembar benang-benang selulosa yang akhirnya
nampak padat berwarna putih hingga transparan, yang disebut sebagai nata,
dengan bantuan bakteri Acetobacter xylinum maka komponen gula yang
terdapat di dalamnya dapat dirubah menjadi suatu subtansi yang menyerupai gel
yang tumbuh di permukaan media. Oleh sebab itu
penambahaan gula sangat menentukan cepat tidaknya pembentukan nata.
2.7 Hasil
Penelitian yang Relevan
Hasil penelitian terdahulu oleh Dosen
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Semarang tentang Kajian Penambahan Sukrosa Pada Pembuatan Nata
Pinnata Menggunakan Limbah Cair Dari Proses Pengolahan Buah Kolang Kaling yang
memperolah hasil bahwa limbah cair buah kolang kaling mampu menghasilkan nata
de pinata dengan bantuan bakteri Acetobacter
xylinum dengan penambahan sukrosa yang sangat
mempengaruhi pembentukan nata.
2.8 Kerangka
pikir
Rumput laut E. Cottoni
|
Ciran Rumput
laut E. Cottoni
|
Nanas
|
Ampas
nanas
|
Acetobacter xylinum
|
fermentasi
|
Nata
|
Fermentasi
|
Berdasarkan reverensi Rumput laut E.
Cottoni memiliki
kandungan kharbohidrat yang dapat dimanfaatkan oleh bakteri A. xylinum sebagai sumber energi, maupun sumber karbon untuk membentuk senyawa
metabolit diantaranya adalah selulosa yang membentuk Nata. selain itu, adanya
mineral dalam substrat akan membantu meningkatkan aktifitas enzim kinase dalam
metabolisme di dalam sel A. xylinum untuk menghasilkan selulosa. Pemilihan
nanas sebagai median tumbuh bakteri Acetobacter
Xylinum karena berdasarkan reverensi yang ada, secara alami telah hidup
bakteri Acetobacter Xylinum pada
nanas.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis
Penelitian
Jenis
penelitian yang digunakan adalah deskriptif yang
menggambarkan hubungan antar bakteri Acetobacter
xylinum dalam kemampuan mengubah sukrosa dalam rumput laut E.
Cottoni menjadi sebuah nata.
3.2 Objek
penelitian
Objek
penelitian ini menggunakan rumput laut E.
Cottoni yang banyak dikembang biakkan dikota palopo dan nata.
3.3 Devinisi
Operasional Variable
1.
Rumput
laut E. Cottoni yang digunakan adalah
rumput laut yang banyak tumbuh diwilayah kota palopo, dan pemilihan rumput laut
E. cottoni sebagai objek karena jenisnya yang mudah ditemukan di wilayah kota
palopo dan kandungan julah karbohidratnya yang lebih tinggi dibandingkan dengan
rumput laut jenis lain.
2.
Nata
adalah salah satu jenis makanan yang banyak digemari oleh masyarakat karena
rasanya yang segar dan tinggi akan serat.
3.4 Waktu
dan Tempat
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei sampai Agustus 2015
dilaboraturium Bahan Alam Universitas Cokroaminoto Palopo, lokasi pengambilan
sampe rumput laut di malaja dan pengambilan buah nanas di pasar subuh Andi
Tadda.
3.5 Alat
dan Bahan
1. Alat
yang digunakan
Kompor, panci untuk merebus media, gelas
ukur besar 1liter dan 250 mililiter, pengaduk, blender, pisau pengiris nata,
saringan limbah cair, ayakan tepung, nampan/wadah untuk fermentasi, kain
putih/mori penutup 3 meter, tali pengikat/karet, ember/baskom perendam/pencuci.
2.
Bahan
yang digunakan
Rumput laut E. Cottonii, gula pasir, asam cuka,air cucian beras, nanas
untuk menghasilkan starter mikrobia A. Xylinum.
3.6 Metode Kerja
1.
Persiapan
Tahap
persiapan dimulai dri
pengambilan rumput laut dan nanas. Rumput laut dan nanas dipilih yang masih
segar yang kemudian dibersihkan dari kulit dan kotoran yang ada, dan kemudian
mempersiapkan semua alat dan bahan dan membawanya ke Laboraturium Bahan Alam
Universitas Cokroaminoto Palopo.
2.
Preparasi
Tahap preparasi yang dilakukan adalah membuat starter mikrobia A. Xylinum dengan cara fermentasi nanas. Nanas yang
dipilih adalah nanas yang sudah masak tapi masih keras, kemudian dibersihkan
dari kulit dan kotorannya yang selanjutnya dipotong-potong dan diblender untuk
memisahkan ampas dan airnya. Ampas nanas yang diperoleh dicampur dengan
air dan gula pasir dengan perbandingan 6 : 3 : 1. Mengaduk campuran hingga
merata, kemudian memasukkannya ke dalam botol hingga setengah isi. Kemudian
tutup botol yang telah berisi nanas dengan kain atau kertas yang bersih dan
simpan di tempat yang aman lalu biarkan selama 2-3 minggu hingga terbentuk
lapisan putih di atasnya (lapisan ini merupakan koloni bakteri Acetobacter
xylinum)
Tahap kedua dimulai dengan memotong-motong rumput laut yang telah
di bersihkan dan merendam rumput laut E. Cottonii tersebut ke dalam air cucian beras
dengan tujuan menghilangkan bau amis yang dimiliki oleh E. Cottonii
selama 3 hari, kemudian cuci dengan air bersih lalu tiriskan. Selanjutnya
rumput laut yang telah bersih di potong-potong tersebut
kemudian
dimasukan kedalam blender/penghalus untuk memisahkan ampas dan cairannya, hingga mendapatkan mendapatkan rumput laut E. Cottonii dalam bentuk cairan.
3. Pengujian
1.
Mendidihkan
air rumput dalam panci, kemudian tambahkan gula pasir sebanyak 75 gram per
liter air rumput laut. Kemudian saringlah dengan menggunakan kertas saring.
2.
Mengukur pH dari air rumput laut tersebut, apabila
pH-nya di atas 4-4,5 maka menamtambahkan asam cuka sampai pH menjadi 4-4,5.
3.
Memasukkan
cairan bibit sebanyak 165 ml per liter air rumput laut atau bakteri Acetobacter
xylinum dari hasil fermentasi nanas kemudian mengaaduknya hingga merata.
4.
Memasukan
air rumput laut yang telah mengandung bibit tersebut ke dalam baskom plastik, dan
menutupnya dengan kain bersih, dan menyimpannya di tempat yang aman selama 15
hari. Setelah 15
hari maka akan terbentuk lapisan putih pada permukaan air rumput laut. Mengankat
lapisan tersebut dengan menggunakan garpu bersih.
5.
Membuang
lapisan atau selaput tipis yang melekat pada bagian bawah lapisan putih,
kemudian memotong-motong lapisan yang diperoleh dengan bentuk kotak, dan mencucinya
hingga bersih.
6.
Merendam potongan-potongan nata tersebut selama
2-3 hari untuk menghilangkan asamnya, kemudian ditiriskan (Air rendaman diganti
setiap hari).
7.
Setelah
3 hari perendamaan angkat dan membersikannya dengan air bersih lalu tiriskan.
DAFTAR PUSTAKA
Rohadi. Kajian Penambahan Sukrosa
dada Pembuatan Nata Pinnata Menggunakan Limbah Cair Dari Proses Pengolahan Buah Kolang Kaling. Jurnal TEKNOLOGI Pangan dan Hasil Pertanian. Vol. 9 No.1.
Lindu, Muhammad,Tita Puspitasari, Erna Ismi. 2010. Sintesis dan Karakterisasi Selulosa Asetat dari Nata De Coco Sebagai
Bahan Baku Membran Ultrafiltrasi. Jurnal Sains Material Indonesia. Vol. 12
No.1.
Misgiyarta. 2007. Teknologi
Pembuatan Nata De Coco. Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogor.
Ditjen
PEN/MJL/004/9/2013. Rumput Laut Indonesia.
Warta Ekspor Kementrian Pergadangan Republik Indonesia.
Caesars casino - Dr. Maryland
BalasHapusThe casino at Caesars has a casino 오산 출장안마 in the St. Louis area 남양주 출장샵 and 광주 출장샵 is 성남 출장샵 open daily 군포 출장마사지 24 hours. The casino's address is 242 S. Main St. Louis, MO 18382.