Jumat, 30 Oktober 2015

aplikasi asam basa



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang
       Asam-basa adalah sub bahasan yang hampir selalu ada dalam setiap materi perluliahan mahasiswa kimia. Menurut pengertian yang umum digunakan asam adalah senyawa yang menghasilkan H+ jika didalam air, dan basa adalah senyawa yang menghasilkan ion OH- didalam air, namun perlu diperhatikan bahwa itu hanyalah satu dari sekian banyak pengertian dari asam dan basa. Namun asam basa ini masih sangat kurang pemahaman atau aplikasinya di dalam kehidupan sehari-hari. Padahal dalam kenyataanya asam dan basa yang banyak terdapat dalam kehidupan sekitar kita.
       Oleh sebab itu makalah ini dibuat untuk membantu teman-teman atau pembaca dalam memahami aplikasi asam dan basa dalam lingkungan sehari-hari, baik dibidang industri maupun kehidupan masyarakat sekitar.

1.2  Rumusan masalah
       Apa aplikasi atau manfaat asam dan basa dalam kehidupan sehari-hari?

1.3  Tujuan penulisan
      Mengetahui aplikasi atau manfaat asam dan basa dalam kehidupan sehari-hari?











BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Aplikasi Asam-Basa
        Asam dapat dengan mudah kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Dalam makanan, minuman, buah-buahan, air hujan bahkan di dalam tubuh kita. Berdasarkan asalnya, asam dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu asam organik dan asam mineral.
       Asam organik berasal dari sumber alami (tumbuhan dan hewan), umumnya bersifat asam lemah. Contoh asam organik adalah asam sitrat terdapat dalam buah jeruk, asam format terdapat dalam gigitan/sengatan semut dan sengatan lebah dan asam asetat yang terdapat dalam cuka makan. Asam mineral adalah senyawa asam seperti asam klorida (asam lambung) terdapat dalam sistem pencernaan manusia dan hewan. Asam mineral banyak juga dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan umumnya bersifat asam kuat. Contoh asam mineral adalah asam klorida yang digunakan secara luas dalam industri, asam sulfat untuk aki mobil dan asam fluorida yang biasanya digunakan pada pabrik kaca.
a.         Pemanfaatan Reaksi asam-basa di bidang kesehatan.
Di bidang kesehatan, prinsip reaksi asam-basa dimanfaatkan untuk mengobati penyakit maag, sengatan lebah, dan sengatan tawon.
Sakit maag disebabkan kelebihan asam yang diproduksi lambung sehingga menyebabkan iritasi di selaput lender lambung. Di dalam lambung, makanan digiling kembali menjadi bentuk yang lebih kecil untuk dialirkan ke duodenum (bagian awal dari usus kecil). Lambung dapat memproduksi asam lambung yang mengandung asam klorida dan pepsin (hormone pencernaan). Asam tersebut berfungsi mengatur pencernaan makanan.
Meskipun asam klorida bersifat korosif, asam klorida tidak merusak lapisan lambung karena tubuh manusia dikaruniai Tuhan lapisan mukosa yang berfungsi melindungi lambung dan alat pencernaan lainnya dari kekorosifan asam. Jadi, dalam kondisi normal, asam diperlukan untuk membantu pencernaan dalam mengolah makanan. Jika produksi asam di lambung berlebih, menyebabkan lapisan mukosa berlubang sehingga lambung menjadi luka.
Untuk menurunkan asam lambung yang berlebihan dapat digunakan obat maag. Obat maag yang biasa dikenal dengan nama antacid mengandung senyawa basa atau garam bersifat basa. Senyawa basa di dalam obat maag dapat menetralkan asam lambung sehingga dapat mengatasi gejala sakit maag. Senyawa basa atau garam bersifat basa yang terkandung dalam obat maag, diantaranya magnesium hidroksida, aluminium hidroksida, aluminium karbonat, kalsium karbonat dan natrium bikarbonat.
Prinsip reaksi asam dan basa juga dapat digunakan untuk mengobati sengatan lebah dan tawon. Berdasarkan hasil penelitian, sengatan lebah mengandung campuran asam amino, asam formiat, asam klorida, dan asam fosfat. Adapun sengatan tawon mengandung senyawa basa. Dengan mengetahui jenis senyawa yang terkandung dalam sengatan lebah dan tawon, kita dapat memprediksi cara mengobati sengatan lebah dan tawon. Asam yang terkandung dalam sengatan lebah dapat dinetralkan dengan mengoleskan senyawa basa, seperti sabun ke kulit yang tersengat. Adapun basa yang terkandung dalam sengatan tawon dapat dinetralkan dengan menambahkan senyawa asam, seperti asam cuka.

b.   Pemanfaatan reaksi asam basa di bidang pertanian
        Keasaman tanah berkaitan dengan kesuburan. Semakin asam tanah tersebut, semakin berkurang kesuburannya. Tanah yang bersifat asam dikenal dengan istilah tanah masam. Tanah yang bersifat asam dapat disuburkan kembali dengan cara menaburkan kapur dolomite yang mengandung CaCO3 dan MgCO3 ke dalam tanah. CaCO3 akan bereaksi dengan air di dalam tanah hingga membentuk Ca(OH)2. Adapun MgCO3 akan bereaksi dengan air di dalam tanah sehingga membentuk Mg(OH)2. Ca(OH)2 dan Mg(OH)2 merupakan senyawa basa yang dapat menetralkan sifat asam pada tanah.

        Bahan lain yang juga dapat digunakan untuk menurunkan keasaman adalah abu sisa  pembakaran kayu. Abu kayu kaya akan kalium. Semakin keras kayunya, semakin bagus kandungan kaliumnya. Kalium dapat bereaksi dengan air membentuk kalium hidroksida, (KOH), yang bersifat basa.
        Selain keasaman, kesuburan tanah juga berkaitan dengan kebasaan. Seperti halnya tanah masam, tanah yang terlalu basa akan mengganggu pertumbuhan tanaman bahkan dapat membuat tanaman keracunan. Tanah yang bersifat basa dapat dinetralkan dengan penambahan belerang atau bahan organic yang memiliki tingkat keasaman tinggi. Pemberian belerang yang bersifat asam akan menetralkan sifat basa dari tanah.
c.         Contoh apliksai asam basa dalam laboraturium
Titrasi asam-basa
(Dewi Lidiawati, Dinar, Elsa, Hariati, Mustofa Mansyur, Serly Yufianti, Srirahayu, 2012)
1.        Tujuan percobaan
       Melakukan titrasi asam basa menggunakan indikator.
2.        Alat dan bahan
a)        Alat
a.       Pipet volume 10 mol berfungsi
b.      Erlenmeyer 3 buah berfungsi sebagai tempat penyimpanan larutan
c.       Corong berfungsi untuk membantu memasukan larutan ke dalam buret
d.      Buret 10 ml berfungsi untuk menitrasi larutan
e.       Statif dan Klem berfungsi sebagai pemegang buret
f.       Botol semprot                
g.      Batang pengaduk
b)   Bahan
a.       Larutan HCl 0,1 M
b.      Larutan NaOH 0,2 M
c.       Indikator phenolftalein
d.      Kertas lakmus
3.        Prosedur kerja
a.       Mengisi buret dengan larutan Naoh 0,2 M
b.      Dengan menggunakan pipet ukur 10 ml. Memasukan 10 ml larutan HCl 0,1 M  ke dalam labu Erlenmeyer. Mengukur pH dengan indikatir kertas lakmus. Menambahkan 3 tetes indikator phenolftalein.
c.       Mencatat keadaan awal (skala) dalam buret. Teteskan 1ml  larutan NaOH dari buret ke dalam larutan HCl denagn hati-hati. Mengukur pH larutan
d.      Melanjutkan titrasi sampai perubahan dari tidak berwarna menjadi merah muda. Mengukur ph larutan.
e.       Mencatat keadaan akhir buret dan volume NaOH yang dipakai
f.       Menambahkan lagi 1 ml larutan NaOH dari buret dan mengukur pH larutan , dan mengulangi titrasi paling sedikit dua kali.
4.        Hasil pengamatan

No

Titrasi
Pembacaan Buret (ml)
Awal
Akhir

1
2
3

I
II
III

0,00
6,10
12,10


5,10
11,10
17,50

No
Tirasi
PH larutan
Awal
Titik ekuivalen
Titik akhir titrasi
I
Asam
Netral
Basa
II
Asam
Netral
Basa
III
Asam
Netral
Basa
5.        Pembahasan
        Kadar keasaman suatu senyawa dapat dihitungan menitrasi asam atau basa dengan menggunakan metode asidimetri dan alkalidimetri. Pada percobaan ini dibahas tentang bagaimana suatu senyawa dapat dihitung kadarnya dengan menggunakan metode alkalimetri. Metode alkalimetri adalah penitrasian suatu asam dengan menggunakan larutan baku basa sebagai titran. Titik terakhir titarasi ditandai dengan perubahan warna pada larutan titer yang ditambahkan indikator.
        Pada percobaan ini digunakan sampel asam klorida yang akan dihitung kadar keasamannya dengan menggunakan larutan baku NaOH. NaOH digunakan sebagai larutan standar dalam penentuan kadar asam, karena NaOH merupakan basa kuat.
       Indikator tang digunakan dalam percobaan ini adalah indikator phenolftalain yang dipake dalam penentuan senyawa asam yang ditandai dengan perubahan warna dari bening menjadi pink.indikator phenolftalain digunakan dalam penentuan asam karena trayek pH untuk indikator phenolftalein yaitu 8,3-10,0.
       Larutan asam klorida yang telah ditambahkan 3 tetes phenolftalain berubah warna menjadi pink dan bersifat asam. Kemudian ditambahkan NaOH sampai larutan berubah menjadi ungu sebanyak 5,1 ml dan bersifat netral. Pada saat penambahan 5,1 ml NaOH  larutan bersifat netral karena jumlah mol ion OH- yang ditambahkan kelarutan sama dengan jumlahmol ion H+ yang semula ada. Kemudian ditambahkan 1ml NaOH dan lautan bersifat basa karena jumlah mol OH- lebih nayak dibandingkan jumlah mol ion H+.
Maka pada akhir titrasi larutan bersifat basa.
6.        Kesimpulan
a.       Tirasi pertama volume NaOH yang digunakan sebanyak 6,10ml.
b.      Keadaan awal buret yaitu 0,00,keaadaan akhir sebanyak 17,50ml.
c.       NaOH yang digunakan sebanyak 18,5ml.
d.      Pada setiap titrasi(1-3) keadaan awalnya bersifat asam,setelah ditambah 3 tetes phenolftalain,kemudian ditambah NaOH bersifat netral,dan ditambahkan 1ml NaOH sehingga keadaan akhirnya bersifat basa.


BAB III
PENUTUP
3.1    Kesimpulan
       Terdapat banyak aplikasi dan manfaat asam basa dalam kehidupan baik dalam lingkungan sekitar atau pun dalam bidang induatri salah satu contoh asam dan basa dalam kehidupan lingkungan sekitar yaitu asam terdapat dalam buah-buahan seperti jeruk, dan basa terdapat dalam sabun yang sehari-harinya kita gunakan.
3.2    Saran
        Dalam kehidupan sehari-hari masih banyak terdapat contoh asam basa, oleh sebab itu kami sebagai penulis mengharapkan kepada pembaca untuk tidak berhenti untuk mencari bahan bacaan yang lain.





















DAFTAR PUSTAKA
Lilis.2012.Manfaat Asam Dan Basa(Onlain). Http://Lilisbogspot.Com2012/9/16.        Diakses Pada 4November2014
Dwi,Riris.2012.Asam Basa Dalam Kehidupan Sehari-Hari.(Online). Http://Ririsdwi Blogspot.Com2012/6/12. Diakses Pada 4November2014.
Lidiawati,Dewi dkk.2012.Laporan Praktikum Netralisasi Asam Basa. Palopo

Rabu, 28 Oktober 2015

pembuatan nata dari rumput laut de E.cottoni



BAB I
PENDAHULUAN

       Rumput laut merupakan salah satu jenis tanaman yang banyak dibudidayakan di Indonesia, termasuk di daerah palopo. Terdapat banyak jenis rumput laut yang dibudidayakan oleh masyarakat sekitar palopo salah satunya adalah Eucheuma cottonii. Dibandingkan dengan jenis rumput laut yang lain, rumput laut Eucheuma cottonii memiliki harga yang lebih mahal, hal ini disebabkan karena Eucheuma cottonii lebih banyak digunakan dan proses perawatannya pun relatif sulit. E. Cottonii mengandung air (14,96%), protein (3,46%), karbohidrat (57,52%), lemak (0,93%) serat kasar (7,08%) dan abu (16,05%). Selain karbohidrat, protein, lemak dan serat, selain itu juga mengandung enzim, asam nukleat, asam amino, vitamin (A, B, C, D, E dan K) dan makro mineral yang jumlahnya lebih besar seperti nitrogen, oksigen, kalsium dan selenium serta mikro mineral seperti zat besi, magnesium dan natrium. Dengan melihat kandungan yang dimiliki E. Cottonii yang mengandung serat kasar dan karbohidrat yang dapat dimanfaatkan sebagai media fermentasi bakteri asam acetat jenis Acetobacter xylinum pada proses pembuatan nata.
        Nata merupakan salah satu jenis olahan makanan yang dibuat dengan cara fermentasi menggunakan bakteri A.xylium. Nata biasanya terbuat dari air kelapa atau biasa disebut dengan Nata De Coco. Nata de coco merupakan jenis makanan berserat dan mengandung banyak air (chewy), berpenampilan bening (translucent) seperti jeli (jelly-like foods) yang dihasilkan mikrobia jenis A.xylinum dengan memanfaatkan medium yang mengandung gula, sari buah atau ekstrak tanaman (Lapuz dkk., 1976; Misgiyarto, 2007 dalam Jurnal TEKNOLOGI Pangan dan Hasil Pertanian). Pada proses fermentasi nata de coco diperlukan kondisi medium yang ideal untuk tumbuh kembangnya mikrobia A. xylinum, yaitu pH media antara ±4,0; tersedia sumber karbon/gula yang cukup, beragam mineral, oksigen (O2) terbatas dan sumber nitrogen (N2) serta suhu lingkungan antara 35- 40°Celcius.



1.1 Rumusan masalah
1.      Seberapa efektif rumput laut E. Cottonii untuk dibuat sebagai nata?

1.2 Tujuan penulisan
1.      Mengetahui seberapa efektif rumput laut E. Cottonii untuk dibuat sebagai nata.
1.3 Manfaat penelitian
       Manfaat dari penelitian ini, diharapakan menghasilkan suatu produk nata berbahan dasar rumput laut E. Cottonii yang dapat menambah berbagai jenis olahan makanan berbahan dasar rumput laut. Selain itu penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan harga jual rumput laut itu sendiri.





















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1  Rumput Laut
        Indonesia sebagai Negara kepulauan dengan jumlah 17.504 pulau dan panjang garis pantai mencapai 81.000 km memiliki potensi yang sangat besar bagi pengembangan komoditi rumput laut, di mana kegiatan pengembangannya telah dilakukan di seluruh perairan Indonesia mulai, dari Nangroe Aceh Darusalam sampai dengan Papua. Rumput laut merupakan makro algae yang termasuk dalam divisi Thallophyta, yaitu tumbuhan yang mempunyai struktur kerangka tubuh yang terdiri dari batang/thalus dan tidak memiliki daun serta akar. Rumput laut Indonesia dikenal dengan kualitasnya yang baik dan banyak diminati oleh industri karena mengandung sumber keraginan, agar-agar dan alginate yang cukup tinggi dan cocok digunakan sebagai bahan baku industri makanan, pelembut rasa, pencegah kristalisasi es krim dan obat-obatan. Selain itu, rumput laut di Indonesia juga dapat digunakan sebagai bahan baku benang jahit operasi (sea cut-gut), dekorasi porselen (pengikat warna dan plasticizer), industri kain (pengikat warna), industri kertas (lackuer dan penguat serta pelican kertas), industri fotografi (pengganti gelatin), bahan campuran obat (obat penyakit: gondok/ basedow, rheumatic, kanker, bronchitis kronis/ emphysema, scrofula, gangguan empedu/ kandung kemih, ginjal, tukak lambung/ saluran cerna, reduksi kolestrol darah, anti hipertensi, menurunkan berat badan, anti oksidan), bahan bakar bio fuel dan lain sebagainya.

2.2  Manfaat Rumput Laut
       Jika melihat segi pemasaran, rumput laut dapat dimanfaatkan menjadi makanan, pupuk, bahan makanan tambahan, pengendalian pencemaran dan bahan kecantikan.
1. Makanan
       Rumput laut telah lama dikonsumsi di seluruh dunia. Sebagai makanan yang populer di Jepang (yang terbaik dikenal sebagai sushi), kebanyakan orang di Barat sering menganggap bahwa hanya Jepang atau Asia yang secara berkesinambungan menggunakan rumput laut dalam diet mereka. Di Eropa, masyarakat di pesisir telah mengkonsumsi rumput laut. Ini termasuk budaya Welsh di Kepulauan Inggris,Irlandia, Skotlandia, budaya Skandinavia seperti Norwegi dan Islandia.
       Di Indonesia sendiri rumput laut diolah menjadi berbagai jenis makanan seperti agar-agar, dodol, cendol, kripik dan lain-lain.
2. Pupuk
        Rumput laut dapat digunakan sebagai pupuk tumbuhan di daratan. Masyarakat petani di dekat pantai telah mengumpulkan rumput laut selama berabad-abad. Sebelum munculnya pupuk berbasis kimia, rumput laut telah menyediakan komunitas ini dengan pasokan tersedia pupuk. Di kalangan pertanian organik saat ini, rumput laut dilihat sebagai layak alternatif organic untuk masyarakat petani pesisir. Perkembangan teknologi saat ini telah melihat rumput laut diekstraksi ke dalam pupuk kimia untuk penyimpanan lebih mudah.
3. Bahan Tambahan Makanan
        Dengan menggunakan teknologi masa kini, rumput laut dimanfaatkan sebagai aditif makanan. Bahkan, kebanyakan orang saat makan rumput laut tanpa menyadarinya karena rumput laut ditambahkan ke berbagai produk makanan untuk berbagai tujuan. Aditif berbasis rumput laut misalnya, digunakan untuk menyimpan es krim halus dan lembut dengan mencegah kristal es dari pembentukan saat pembekuan. Bahan ini digunakan untuk memperlambat
kecepatan mencairnya es krim. Berbahan dasar rumput laut juga digunakan dalam bir untuk membuat busa lebih stabil dan abadi, dan dalam anggur untuk membantu memperjelas warna. Selain itu, rumput laut juga digunakan untuk mengentalkan dan menstabilkan segala sesuatu dari saus, sirup, dan sup untuk mayones, salad dressing, dan yoghurt.
4. Pengendali Pencemaran (Pollution Control)
        Pemanfaatan modern lain rumput laut adalah pada bidang pengendalian pencemaran. Rumput laut telah ditemukan untuk dapat membersihkan polutan mineral yang cukup efektif. Mereka dapat mengurangi fosfor dan nitrogen konten
(seperti amonium) dari pembuangan limbah perawatan dan pertanian. Nutrisi kimia yang mencemari perairan ini dapat menyebabkan eutrofikasi, kelebihan produksi yang tidak sehat dari sebuah ekosistem, yang oleh rumput laut dapat dibantu untuk dikekang. Rumput laut juga efektif menyerap logam. Dalam temuan terbaru, peneliti Eropa mampu menggunakan rumput laut untuk menghapus hingga 95% dari logam dalam air yang dibuang dari tambang.
5. Bahan Kecantikan
       Rumput laut telah digunakan sebagai obat-obatan , kosmetik dan pengobatan lainnya. Pengobatan China dan Jepang telah lama melihat varietas tertentu rumput laut memiliki sifat obat. Penelitian modern telah mulai menyelidiki kualitas gizi rumput laut dan menemukan rumput laut merupakan sumber yang kaya antioksidan, seperti betakaroten, dan vitamin B1 (tiamin, yang menjaga saraf dan otot jaringan sehat ), B2 (riboflavin, yang membantu tubuh untuk menyerap zat besi dan baik untuk anaemics) dan B12. Juga, mengandung elemen, seperti kromium, yang mempengaruhi cara berperilaku insulin dalam tubuh, dan seng, yang membantu penyembuhan. Kosmetik dan terapi sudah umum menggunakan produk berbasis rumput laut. Lotion krim berbasis rumput laut dan ekstrak rumput laut telah dibuat. Salah satu bentuk terapi, yakni mandi rumput laut telah digunakan dan diyakini dapat menyembuhkan penyakit rematik dan radang sendi. Penelitian saat ini bahkan telah menyelidiki kemampuan rumput laut untuk menekan kanker dan menemukan hasil yang menjanjikan.

2.3  Kandungan Nutrisi Rumput Laut
       Kandungan rumput laut umumnya adalah mineral esensial (besi, iodine, alumunium, mangan, calcium, nitrogen, pospor, sulfur, klor, silicon, rubidium, strontium, barium, titanium, kobal, boron, tembaga, dan kalium), asam nukleat, asam amino, protein, mineral, gula, vitamin A, B, C, D, E dan K. Kandungan  kimia terpenting lainya adalah karbohidrat berupa polisakarida.







Tabel 1: kandungan berbagai jenis rumput laut
Sumber:Yunizal, 2004. dalam Rumput Laut Indonesia.

2.4  Rumput Laut Eucheuma Cottonii
        Eucheuma cottonii merupakan salah satu jenis rumput laut merah (Rhodophyceae) dan berubah nama menjadi Kappaphycus alvarezii karena karaginan yang dihasilkan termasuk fraksi kappa-karaginan. Maka jenis ini secara taksonomi disebut Kappaphycus alvarezii. Klasifikasi Eucheuma cottonii menurut Rachmat (1999) adalah sebagai berikut :
Kingdom         : Plantae
Divisi               : Rhodophyta
Kelas               : Rhodophyceae
Ordo                : Gigartinales
Famili              : Solieracea
        Ciri fisik Eucheuma cottonii mempunyai thallus silindris, permukaan licin, cartilogeneus. Keadaan warna tidak selalu tetap, kadang-kadang berwarna hijau, hijau kuning, abu-abu atau merah. Perubahan warna sering terjadi hanya karena faktor lingkungan. Kejadian ini merupakan suatu proses adaptasi kromatik yaitu penyesuaian antara proporsi pigmen dengan berbagai kualitas pencahayaan.
        Eucheuma cottonii banyak dimanfaatkan dalam industri makanan, obat-obatan, kosmetik, tekstil, cat, pasta gigi dan industri lainnya . Selain itu juga berfungsi sebagai penstabil, pensuspensi, pengikat, protective (melindungi kolid), film former (mengikat suatu bahan), syneresis inhibitor (mencengah terjadinya pelepasan air) dan flocculating agent (mengikat bahan-bahan).


Tabel 2: kandungan mineral rumput laut Eucheuma cottonii
Sumber: Yunizal, 2004. dalam Rumput Laut Indonesia.

2.5  Nata
        Nata berasal dari bahasa Spanyol yaitu nadar yang artinya berenang, istilah tersebut juga berasal dari bahasa latin yaitu natere yang artinya terapung (Collade: 1986). Nata sudah lama populer di Filipina dan merupakan hidangan yang sangat digemari oleh masyarakatnya. Nata yaitu selulosa bakterial yang mengandung lebih kurang 98% konsistensinya kokoh dan teksturnya agak kenyal. Makanan ini termasuk makanan rendah kalori sehingga cocok digunakan penderita diabetes. Nata dapat dibuat dari bahan-bahan seperti : sari kelapa, air kelapa, sari nanas dan sari buah lainnya.
       Nata yang dibuat dari air kelapa dinamakan nata De Coco, nata yang dibuat dari air sisa pembuatan tahu disebut nata De Soya. Sedangkan nata de pina merupakan medium yang digunakan untuk membuat kultur murni baketri Axetobacter xylinum. Makanan rendah serat nata diguankan sebagai makanan penyegar atau pencuci mulut (food dessert). Di Indonesia sendiri nata mulai popular sejak tahun 1981. Nata dapat dipakai sebagai bahan pengisi es krim, pencampur fruit coctail, yoghurt dan sebagainya. Disamping itu, nata de coco maupun nata de soya bisa digolongkan pada dietry fiber yang memberikan andil cukup berarti untuk kelangsungan proses fisiologi secara normal.
        Sebenarnya nata berarti bacterial celulose atau selulosa sintesis, hasil sintesa dari gula oleh bakteri pembentuk nata, yaitu Acetobacter xylinum. Bakteri ini adalah bakteri asam asetat, bersifat aerobik, gram negatif dan berbentuk batang pendek. Dalam medium cair A. xylinum membentuk suatu lapisan (massa) yang dapat mencapai ketebalan beberapa senti meter. Bakteri itu sendiri terperangkap dalam massa fiber yang dibuatnya. Untuk dapat menghasilkan massa yang kokoh, kenyal, tebal, putih, dan tembus pandang, perlu diperhatikan suhu inkubasi (peraman), komposisi, dan pH (keasaman media).

2.6  Bakteri Acetobacter Xylinum
       Starter nata atau disebut biang adalah Acetobacter xylinum. Penggunaan starter merupakan syarat yang sangat penting, yang bertujuan untuk memperbanyak jumlah bakteri Acetobacter xylinum yang menghasilkan enzim pembentuk nata, disamping itu starter juga berguna sebagai media adaptasi bakteri dari media padat (agar) ke media cair (Lazuardi, 1994). Starter merupakan populasi mikroba dalam jumlah yang memadai dan kondisi fisiologis yang siap diinokulasikan pada media fermentasi. Media starter biasanya identik dengan media dalam fermentasi nata. Pembentukan nata memerlukan starter sebanyak 10-20% dari volume media sebagai starter mikroba (Saragih, 2004). Dengan adanya jumlah stater yang sesuai, maka bakteri dapat mencapai pertumbuhan secara optimum.
        Acetobacter xylinum merupakan bakteri berbentuk batang pendek yang mempunyai panjang 2 μ dan lebar 0,2 μ, dengan permukaan dinding yang berlendir. Bakteri ini bisa membentuk rantai pendek dengan satuan 6-8 sel. Bersifat nonmotil dan dengan pewarnaan Grain menunjukkan gram negatif. Bakteri ini tidak membentuk endospora maupun pigmen. Pada kultur sel yang masih muda, individu sel berada sendiri-sendiri dan transparan. Koloni yang sudah tua membentuk lapisan yang menyerupai gelatin yang kokoh menutupi sel dan koloninya. Pertumbuhan koloni pada medium cair setelah 48 jam inokulasi akan membentuk lapisan pelikel dan dapat dengan mudah diambil dengan jarum ose.
        Bakteri Acetobacter xylinum termasuk bakteri asam asetat yaitu mikroorganisme penghasil nata yang dapat membentuk asam asetat melalui proses oksidasi metil alkohol menjadi asam asetat dan mampu mengoksidasi komponen-komponen organik lain, termasuk asam asetat sendiri.
       Bakteri ini dapat membentuk asam dari glukosa, etil dan propil alkohol, tidak membentuk senyawa busuk yang beracun dari hasil peruraian protein (indol) dan mempunyai kemampuan mengoksidasi asam asetat menjadi CO2 dan H2O. Sifat yang paling menonjol dari bakteri ini adalah memiliki kemampuan untuk mempolimerisasi glukosa sehingga menjadi selulosa. Selanjutnya, selulosa tersebut membentuk matrik yang dikenal sebagai nata.
        Bakteri Accetobacter xylinum menghasilkan enzim ekstraseluler yang dapat menyusun (mempolimerisasi) zat gula (glukosa) menjadi ribuan rantai (homopolimer) serat atau selulosa. Dari jutaan jasad renik yang tumbuh dalam media, akan dihasilkan jutaan lembar benang-benang selulosa yang akhirnya nampak padat berwarna putih hingga transparan, yang disebut sebagai nata, dengan bantuan bakteri Acetobacter xylinum maka komponen gula yang terdapat di dalamnya dapat dirubah menjadi suatu subtansi yang menyerupai gel yang tumbuh di permukaan media. Oleh sebab itu penambahaan gula sangat menentukan cepat tidaknya pembentukan nata.

2.7  Hasil Penelitian yang Relevan
        Hasil penelitian terdahulu oleh Dosen Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Semarang tentang Kajian Penambahan Sukrosa Pada Pembuatan Nata Pinnata Menggunakan Limbah Cair Dari Proses Pengolahan Buah Kolang Kaling yang memperolah hasil bahwa limbah cair buah kolang kaling mampu menghasilkan nata de pinata dengan bantuan bakteri Acetobacter xylinum dengan penambahan sukrosa yang sangat mempengaruhi pembentukan nata.









2.8  Kerangka pikir
Rumput laut E. Cottoni
Ciran Rumput laut E. Cottoni
Nanas
Ampas nanas
Acetobacter xylinum
fermentasi
Nata
Fermentasi
 










       Berdasarkan reverensi Rumput laut E. Cottoni memiliki kandungan kharbohidrat yang dapat dimanfaatkan oleh bakteri  A. xylinum sebagai sumber energi, maupun  sumber karbon untuk membentuk senyawa metabolit diantaranya adalah selulosa yang membentuk Nata. selain itu, adanya mineral dalam substrat akan membantu meningkatkan aktifitas enzim kinase dalam metabolisme di dalam sel A. xylinum untuk menghasilkan selulosa. Pemilihan nanas sebagai median tumbuh bakteri Acetobacter Xylinum karena berdasarkan reverensi yang ada, secara alami telah hidup bakteri Acetobacter Xylinum pada nanas.













BAB III
METODE PENELITIAN

3.1  Jenis Penelitian
        Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif yang menggambarkan hubungan antar bakteri Acetobacter xylinum dalam kemampuan mengubah sukrosa dalam rumput laut E. Cottoni menjadi sebuah nata.

3.2  Objek penelitian
        Objek penelitian ini menggunakan rumput laut E. Cottoni yang banyak dikembang biakkan dikota palopo dan nata.

3.3  Devinisi Operasional Variable
1.      Rumput laut E. Cottoni yang digunakan adalah rumput laut yang banyak tumbuh diwilayah kota palopo, dan pemilihan rumput laut E. cottoni sebagai objek karena jenisnya yang mudah ditemukan di wilayah kota palopo dan kandungan julah karbohidratnya yang lebih tinggi dibandingkan dengan rumput laut jenis lain.
2.      Nata adalah salah satu jenis makanan yang banyak digemari oleh masyarakat karena rasanya yang segar dan tinggi akan serat.

3.4  Waktu dan Tempat
       Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei sampai Agustus 2015 dilaboraturium Bahan Alam Universitas Cokroaminoto Palopo, lokasi pengambilan sampe rumput laut di malaja dan pengambilan buah nanas di pasar subuh Andi Tadda.




3.5  Alat dan Bahan
1.      Alat yang digunakan
       Kompor, panci untuk merebus media, gelas ukur besar 1liter dan 250 mililiter, pengaduk, blender, pisau pengiris nata, saringan limbah cair, ayakan tepung, nampan/wadah untuk fermentasi, kain putih/mori penutup 3 meter, tali pengikat/karet, ember/baskom perendam/pencuci.
2.      Bahan yang digunakan
       Rumput laut E. Cottonii, gula pasir, asam cuka,air cucian beras, nanas untuk menghasilkan starter mikrobia A. Xylinum.

3.6  Metode Kerja
1.      Persiapan
         Tahap persiapan dimulai dri pengambilan rumput laut dan nanas. Rumput laut dan nanas dipilih yang masih segar yang kemudian dibersihkan dari kulit dan kotoran yang ada, dan kemudian mempersiapkan semua alat dan bahan dan membawanya ke Laboraturium Bahan Alam Universitas Cokroaminoto Palopo.
2.      Preparasi
       Tahap preparasi yang dilakukan adalah membuat starter mikrobia A. Xylinum dengan cara fermentasi nanas. Nanas yang dipilih adalah nanas yang sudah masak tapi masih keras, kemudian dibersihkan dari kulit dan kotorannya yang selanjutnya dipotong-potong dan diblender untuk memisahkan ampas dan airnya. Ampas nanas yang diperoleh dicampur dengan air dan gula pasir dengan perbandingan 6 : 3 : 1. Mengaduk campuran hingga merata, kemudian memasukkannya ke dalam botol hingga setengah isi. Kemudian tutup botol yang telah berisi nanas dengan kain atau kertas yang bersih dan simpan di tempat yang aman lalu biarkan selama 2-3 minggu hingga terbentuk lapisan putih di atasnya (lapisan ini merupakan koloni bakteri Acetobacter xylinum)
        Tahap kedua dimulai dengan memotong-motong rumput laut yang telah di bersihkan dan merendam rumput laut E. Cottonii tersebut ke dalam air cucian beras dengan tujuan menghilangkan bau amis yang dimiliki oleh E. Cottonii selama 3 hari, kemudian cuci dengan air bersih lalu tiriskan. Selanjutnya rumput laut yang telah bersih di potong-potong tersebut kemudian dimasukan kedalam blender/penghalus untuk memisahkan ampas dan cairannya, hingga mendapatkan mendapatkan rumput laut E. Cottonii dalam bentuk cairan.
3.      Pengujian
1.      Mendidihkan air rumput dalam panci, kemudian tambahkan gula pasir sebanyak 75 gram per liter air rumput laut. Kemudian saringlah dengan menggunakan kertas saring.
2.      Mengukur  pH dari air rumput laut tersebut, apabila pH-nya di atas 4-4,5 maka menamtambahkan asam cuka sampai pH menjadi 4-4,5.
3.      Memasukkan cairan bibit sebanyak 165 ml per liter air rumput laut atau bakteri Acetobacter xylinum dari hasil fermentasi nanas kemudian mengaaduknya hingga merata.
4.      Memasukan air rumput laut yang telah mengandung bibit tersebut ke dalam baskom plastik, dan menutupnya dengan kain bersih, dan menyimpannya di tempat yang aman selama 15 hari. Setelah 15 hari maka akan terbentuk lapisan putih pada permukaan air rumput laut. Mengankat lapisan tersebut dengan menggunakan garpu bersih.
5.      Membuang lapisan atau selaput tipis yang melekat pada bagian bawah lapisan putih, kemudian memotong-motong lapisan yang diperoleh dengan bentuk kotak, dan mencucinya hingga bersih.
6.      Merendam potongan-potongan nata tersebut selama 2-3 hari untuk menghilangkan asamnya, kemudian ditiriskan (Air rendaman diganti setiap hari).
7.      Setelah 3 hari perendamaan angkat dan membersikannya dengan air bersih lalu tiriskan.








DAFTAR PUSTAKA
Rohadi. Kajian Penambahan Sukrosa dada Pembuatan Nata Pinnata Menggunakan Limbah Cair Dari Proses Pengolahan Buah Kolang Kaling.  Jurnal TEKNOLOGI Pangan dan Hasil Pertanian. Vol. 9 No.1.

Lindu, Muhammad,Tita Puspitasari, Erna Ismi. 2010. Sintesis dan Karakterisasi Selulosa Asetat dari Nata De Coco Sebagai Bahan Baku Membran Ultrafiltrasi. Jurnal Sains Material Indonesia. Vol. 12 No.1.

Misgiyarta. 2007. Teknologi Pembuatan Nata De Coco. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogor.

Ditjen PEN/MJL/004/9/2013. Rumput Laut Indonesia. Warta Ekspor Kementrian Pergadangan Republik Indonesia.